Sabtu, 22 Agustus 2009

me-ngopi

Di atap gedung, dua jam menjelang pertunjukan

" kamu masih disini?" lelaki itu mendengus. Keningnya basah oleh keringat, setengah karena ia berlari mengitari gedung pertunjukan ini mencari perempuan itu, setengahnya karena mencemaskannya, akhirnya menemukan tempat persembunyian si perempuan. bersandar di pintu yang terbuka, di balik cahaya. bayangannya membentuk siluet seseorang yang tinggi, kekar, dengan kedua tangan menyilang di dada.
" bukan urusan kamu, kan," kata perempuan itu, membersihkan ingusnya. setidaknya ia mencoba mempertahankan kesan kuat yang ia miliki.
" urusanku, kalau kamu sampai melakukan hal-hal yang membuat acara kita batal," kata si lelaki. kasar, jelas, dan tidak mau tau. khas nya seperti biasa.
" ha, kamu memang tidak peduli! kamu cuma peduli dengan acara ini. Dan khawatir akan hal-hal yang bisa merusaknya," si perempuan menimpali,berusaha terdengar sama kasarnya. berusaha terdengar marah dan sok berani. Tapi masih ada sisa-sisa isak tangis, dan air mata yang mengering di pipi si perempuan, membuat si lelaki tidak sabaran. Perempuan memang begini, batinnya.
" oke, kamu mulai merajuk," kata lelaki itu.
" aku TIDAK merajuk! setidaknya aku tidak berteriak2 menangis dan melodramastis seperti yang lainnya di depan umum," si perempuan berkata marah. Dia tidak suka dilemah-lemahkan. Apalagi oleh lelaki itu. lelaki yang selama ini membuatnya kuat. lelaki yang, hanya di depan orang ini lah dia tidak mau terlihat menangis.
Si lelaki mendesah, melirik jam tangannya, dan berjalan ke arah si perempuan, yang duduk dan memeluk lututnya, bersandar ke tembok di belakangnya. lalu ia duduk di sampingnya. di samping si perempuan yang hatinya sedang terluka, memegang dua buah tiket pertunjukan, yang diremasnya kuat, sampai kusut dan nyaris sobek.
" kenapa, sih, kamu ini?”

“ aku tidak kenapa kenapa,” sahut si perempuan ketus.

“ berarti kamu kenapa kenapa,”

“ berhenti sok tahu seperti itu!!! Kamu bahkan tidak tahu siapa aku!”

“ Aku tahu! Kamu salah satu penari dalam pementasan ini, dan aku sutradaranya!! Jadi berhentilah bertingkah menyebalkan dan bersiap-siaplah!!”

“ Kamu tidak berhak memaksa-maksa ku seperti ini!! Aku tidak berbuat sesuatu yang menyebalkan!”

“Kamu perempuan cengeng, sama seperti yang lainnya, suka merajuk, suka menangis, hanya perempuan biasa yang lemah. Aku tahu, seharusnya aku tidak bikin pertunjukan yang ada pemain perempuannya,”

“ ohya?? Lalu siapa yang selama ini mau ikut denganmu, membantumu untuk tetap bisa bertahan ditengah kejaran para perampok dan polisis jalanan selama ini? Dan untuk semua yang dia mati-matian lakukan kau bilang dia lemahh??!!!”mereka saling berteriak.

“lalu kenapa kamu bertingkah seperti anak kecil sekarang???!!!” si lelaki merenggut dagu si perempuan.dengan kasar ,memaksanya menoleh ke arahnya, dan menariknya, membentaknya di depan matanya. Si perempuan ternganga.Dan perempuan itu, dengan susah payah menjawab. Dengan hati yang terluka.

“ kamu tidak bisa mengerti rasanya,” katanya.

“ dibedakan, selalu dinomorsekiankan, dibuang dari orang-orang yang dengan terpaksa mengasuhmu, “

“ aku bukan anak mereka, kamu tahu. Aku dibawa ayahku yang menikah dengan ibu tiriku. Dan sekarang ibu tiriku menikah lagi setelah ayahku meninggal, dan ia membuangku!!!”

“ semua milikku menjadi miliknya, dan aku seolah bukanlah apa-apa di mata mereka kecuali sampah,”

“ “mereka mengambil rumah kami, menyisakan dapur untuk tempat tidurku, “

“dan sekarang, mereka menjauhkan nenek dariku!!!! Mereka bilang aku bekerja di tempat tidak benar!! Mereka memfitnahku, membuat orang2 menganggapku rendah. Dan saat aku memberi nenek ku tiket pertunjukan kita, nenekku hanya marah, dan merasa malu mengakuiku sebagai cucu nya!!! Hanya nenek satu-satunya harapanku, dan mereka merenggutnya dari hidupku,,”

“KAMU TIDAK TAHU RASANYAA!!!!!!!!” perempuan itu, kini tidak bisa lagi, menyembunyikan tangisnya. Dan perlahan, tangan yang dari tadi membuat dagu dan leher si perempuan sakit, mengendur. Dan lepas sama sekali. Perempuan itu tidak terisak. Hanya diam, memeluk lututnya, membiarkan airmatanya mengalir deras. Ia tidak peduli lagi, untuk terlihat kuat di depan si lelaki ini. Hatinya jelas sangat terluka.

Ada jeda tanpa suara yang cukup lama. Si perempuan masih terduduk, berusaha menguasai hatinya, bersaha menguatkan diri. Dan si lelaki juga sama diamnya. Ia hanya duduk diam di samping si permpuan, tidak berkata apa-apa.

Beberapa saat, si perempuan tidak lagi berurai air mata. Hanya tersisa matanya yang bulat penuh dan biasanya bersinar, redup dan merah bekas menangis.

“ aku tidak akan cerita ke siapa-siapa,” si lelaki membuka suara

“ memang sudah seharusnya,” si perempuan menjawab serak.

“ maafkan aku,” kata si lelaki. Dia tidak mengucapkannya dengan kasar. Dan si perempuan hanya diam. Mengerjapkan matanya yang perih.

" Aku tidak seharusnya berkata kamu lemah. aku juga tidak sekuat itu,"
" ayahku juga tidak pernah datang pada semua pertunjukan ku," katanya.

“ tidak ada yang mau menerima, anak kesayangan yang selalu dibanggakan, untuk suatu saat menjadi pilot atau tentara, kini hanya bisa menulis dan menyutradarai sebuah pertunjukan,” ia menerawang. Seketika matanya menjadi sarat akan kerinduan. mencari-cari kenangan, dalam tatapannya yang kosong ke arah langit langit. semua raut kasar yang ia miliki selama ini tergantikan oleh kerapuhan,oleh keinginan akan sentuhan yang menguatkan. Si perempuan terdiam.
"aku tahu," bisik si perempuan
" Kau sudah cerita, berkali-kali padaku,"
Si lelaki tersenyum, bangun, dan brejalan kea rah jendela, memandangi cerahnya malam hari ini.
" ayolah," katanya lembut
" pertunjukan satu jam lagi. dan aku tidak mau, salah satu penari terbaikku keluar dengan wajah sembab,atau mata bengkak" ia mengulurkan tangan, mengajak si perempuan bangkit. tangannya hitam dan kasar. dengan beberapa luka dan jari telunjuk yang diplester.
" kamu memang selalu begitu," si perempuan, masih bersungut, menerima uluran tangannya. ia berdiri, dibantu si lelaki.
" dan kamu selalu menyukainya, " si lelaki meledek, mulai berjalan ke kegelapan
" aku TIDAK begitu!"
" hmm, coba kita lihat, berapa kali kamu berbohong hari ini, " dan si lelaki berbalik,tersenyum. si permpuan ikut tersenyum, malu mengakuinya. mereka berjalan pelan, sepajanng lorong menuju daerah belakang panggung. dalm diam, si lelaki di depan, dan si permpuan dua meter di belakangnya. terdengar sesekali suara gemerincing dari gelang kaki si perempuan, ketika ia berjalan. dan derit kayu lantai yang mereka injak.
"kamu tahu?" bisik si perempuan, kali ini dengan kesungguhan dan penuh ketulusan.
" hari ini kamu menguatkan ku sekali lagi," katanya lembut. si lelaki tidak menjawab, hanya terus berjalan dalam diam. dan si perempuan juga diam.

beberapa detik setelah itu, jatuh sebutir air mata. hanya sebutir, yang mengungkapkan kelegaan, kepasrahan, dan kepercayaan akan sesuatu yang lebih baik nantinya. si lelaki itu menangis sekali. dan itu disimpannya baik baik dalam hati. karena di belakangnya, sedang berjalan seorang perempuan. yang pada nya lah ia benar-benar tidak ingin terlihat sedang menangis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar